Kota Kinabalu, 26 September 2025 – Sekolah Indonesia Kota Kinabalu (SIKK) berkolaborasi dengan Universitas Brawijaya (UB) Malang menyelenggarakan Pagelaran Wayang Kulit bertema “Dewa Ruci” dalam rangkaian acara International Cultural Camp (ICC) 2025, Jumat (26/9). Kegiatan yang digelar di halaman SIKK ini merupakan sebuah inisiatif budaya untuk memperkenalkan warisan seni adiluhung Indonesia sekaligus memperkuat jembatan persahabatan dan kolaborasi pendidikan lintas bangsa.
Dalam sambutannya, Ketua Panitia ICC 2025 yang mewakili Kepala SIKK, Shelya Regina, menegaskan bahwa pagelaran wayang ini bukan sekadar pertunjukan seni, melainkan simbol harmoni dan kolaborasi. Menurutnya, wayang sebagai warisan budaya bangsa Indonesia yang sarat makna filosofi, hadir untuk menjadi cahaya yang menyatukan berbagai budaya dalam semangat kolaborasi.
“Pagelaran wayang pada hari ini merupakan inisiasi dari Direktorat Kerja Sama Universitas Brawijaya, sebagai awal dari jalinan kerja sama di bidang budaya dan pendidikan. Kedepannya, kerja sama ini tidak menutup kemungkinan akan berkembang ke bidang-bidang lainnya yang bermanfaat,” ujarnya.
Ia juga menambahkan bahwa kolaborasi lintas bangsa yang dibangun hari ini diharapkan dapat menjadi warisan indah bagi generasi yang akan datang. Acara ini diikuti oleh kurang lebih 700 peserta yang terdiri dari 73 peserta dari sekolah mitra SIKK, 30 Tamu VIP, dan 600 siswa dari jenjang SMP, SMA, dan SMK SIKK.
Sementara itu, Direktur Direktorat Kerja sama Universitas Brawijaya, Prof. Agung, dalam sambutannya menyampaikan apresiasi atas terselenggaranya acara ini. Ia menekankan bahwa universitas berkomitmen untuk tidak hanya berkolaborasi dalam bidang akademik, tetapi juga dalam pelestarian dan promosi budaya Indonesia di kancah internasional.
“Kolaborasi dengan SIKK melalui seni wayang ini adalah bukti nyata komitmen UB dalam mendukung diplomasi budaya. Lakon Dewa Ruci yang dipentaskan bukan hanya hiburan, tetapi mengandung nilai-nilai filosofis mendalam tentang pencarian jati diri dan kebenaran sejati yang relevan bagi semua orang,” jelas Prof. Agung.
Lakon “Dewa Ruci”: Alegori Spiritual dalam Balutan Budaya
Pagelaran wayang kali ini mengangkat lakon “Dewa Ruci”, yang dikenal sebagai salah satu masterpiece dalam dunia pedalangan. Lakon ini merupakan alegori spiritual yang menggambarkan perjalanan manusia untuk menemukan hakikat hidup dan Tuhannya dengan cara menyelami dan membersihkan diri sendiri. Cerita ini mengajarkan bahwa sumber kebenaran, kedamaian, dan kehidupan yang abadi justru ada di dalam diri kita, bukan di luar.
Pementasan dikelola secara profesional oleh Sanggar Seni Gumelaring Sasangka Aji (GSA) Malang, pimpinan Ki Rachmad Dian Kuncoro, yang sengaja terbang dari Malang ke Kota Kinabalu untuk memastikan kualitas pertunjukan.
International Cultural Camp sebagai Wadah Kolaborasi dan Pertukaran
Acara dimulai dengan pengumandangan lagu kebangsaan Indonesia Raya, Sabah Tanah Airku, dan Negaraku, yang menegaskan semangat persahabatan antar bangsa. Rangkaian acara tidak hanya menampilkan pagelaran wayang, tetapi juga diisi dengan workshop mengenai wayang untuk peserta undangan, serta penampilan budaya dari sekolah dan college mitra SIKK.
Sejumlah tamu undangan turut memeriahkan acara, antara lain perwakilan dari Imperium Secondary International School, SK Malawa, ILP, SK Mutiara, SMK Tebobon, ATI College, Universiti Malaysia Sabah, dan Persatuan Masyarakat Peranakan Jawa Sabah.
Apresiasi dan Dampak Positif dari Para Pihak
Perwakilan dari Imperium Secondary International School, Mr. Vasan Varathan, menyampaikan kekagumannya atas pagelaran wayang tersebut. “Ini adalah pengalaman budaya yang sangat mendalam dan unik bagi siswa dan guru kami. Cara bercerita yang kompleks dengan musik yang memukau membuka wawasan baru tentang betapa kayanya budaya Indonesia,” ujarnya.
Senada dengan hal tersebut, Guru Besar SK Mutiara, Puan Junaidah Binti Yassin, menilai kegiatan ini sebagai langkah progresif dalam mempromosikan pemahaman antarbudaya. “Melalui seni, anak-anak dapat belajar untuk saling menghargai perbedaan. Kami berharap kolaborasi semacam ini dapat terus berlanjut,” katanya.
Antusiasme penonton menjadi salah satu hal yang paling menonjol dalam pagelaran tersebut,meskipun mayoritas audiens mengalami pengalaman pertama mereka dengan seni wayang, respons yang ditunjukkan justru luar biasa hangat dan engagement.
Keberhasilan penonton dalam menangkap esensi spiritual dan perjuangan Bima dalam lakon Dewa Ruci membuktikan daya pikat universal yang dimiliki wayang, sekaligus menunjukkan bahwa nilai-nilai filosofis dalam warisan budaya tradisional ini tetap relevan dan dapat diresapi oleh generasi masa kini, melampaui batas-batas pengalaman dan latar belakang budaya.
Dengan terselenggaranya acara ini, SIKK menegaskan komitmennya untuk terus memperkuat peran budaya sebagai pemersatu. Pagelaran Wayang “Dewa Ruci” ini diharapkan dapat menjadi tonggak awal bagi lahirnya lebih banyak lagi program kolaboratif di bidang pendidikan, kebudayaan, dan pertukaran pelajar antar kedua institusi dan mitra-mitranya di masa depan. (*)